Secubit rasa, yang selalu terasa
terkulai lemah, berharap buai
terjerat hangat mentari, waktu sentiasa sepi
mendengar angin berbisik, hati terusik

Beginilah akhirnya
saban hari ada cerita baru
yang datang dan pergi
menjadi kenangan
menjadi ingatan
yang pasti menjadi pengalaman
“salah sendiri kenapa kemari?”
sendiri... seorang penyendiri....

Kisah yang tertulis dengan tinta putih
maaf.... itu kata untuk hati
yang meminta, merintih, memohon sebuah hati
berlari-lari mengejar mimpi
indah tiada sepi dirasa
kesabaran yang dijuang adalah segalanya

engkau tetaplah engkau
dengan segala keindahanmu
engkau menghadirkan otak untuk menciptakan karya di bawah ini

sekencang nafas yang bimbang
demikianlah rindu tergilas roda-roda sepi
di sana engkau memanggil, di sini aku menggigil
rindu itu kedut-kedut menyela jiwa
ketika kusuapkan cinta pada neraca

Namun tiada bosan kucipta dan terus kucipta sketsa wajahmu
mungkin kerana aku sekadar sayang padamu
rindu itu terikat tak pernah lelah
melewati semak belukar hutan firasat dan renta oleh karat dilema
engkau... aku ingin ada di situ

Di penghujung Syaaban

Melangkah...
dalam lima hari di penghujung ramadhan
sejak awal, cinta kita tak pernah sempurna
kerana penciptaan kita sebaik-baik kejadian
hakikatnya adalah ketidaksempurnaan pula

Sedari mula..
kesalahan bagi kita adalah tidak percaya
sebagaimana terik mentari membakar
dan deras hujan yang sesekali menghanyutkan

Oleh itu...
berikanlah senyuman hangat sebagai balasan
tak perlu dipaksa
buangkanlah sikap acuh tak acuh pertemuan
sebaik mungkin ukhwah terjalin
biarkanlah keegoan dalam menikmati kesendirian
baru kita mengerti waktu-waktu kebersamaan

Di penghujung Syaaban ini
segala macam terjadi tak beralasan
kepercayaan yang terkhianati
pesan yang seringkali tak berbalas
janji terucap tak tertunaikan

Oleh yang demikian..
sebelum Syaaban melabuh tirai
adakah maafmu untukku sahabat?
dan semoga Allah S.W.T memberkahi kita
dan memanjangkan usia kita hingga Ramadhan nanti
Insyaallah!




kenangan membahasakan dirinya 
dalam luruh dedaunan
ketika angin mencipta puisi
larik puisi mengetuk jendela pagi
sesaat fajar mengucup ubun mesra
sesaat setelah embun lesap bersama 

simpang siur jalan mula menampak wajah
di saat mentari menelan kabus
kita pun melayangkan rindu yang berdebu
betapa kenangan masih saja bermain-main di ingatan
melagukan rindu begitu dalam
moga tetap tabah menjaga lantera cinta kita

sebuah perjalanan.

cuaca redup diserikan lagi, dengan hujan rintik-rintik, di mana rintikannya boleh dikira di cermin kereta, hujan jatuh kembali membasahi bumi, mengalun merdu kala angin berbisik, menebarkan keteduhan ke dalam hati manusia.

terpancar lantunan cahaya sedemikian rupa, menyusun fragmen-fragmen langit, menyelipkan ketenangan berirama, tampak kekar menjadi demikian kelabu, serasa dalam ketenangan yang menghanyutkan jiwa.

fikiranku melayang sedemikian jauh meniti jalan renungan, untuk menemukan secercah hikmah dalam setiap hela nafas yang telah kulepas, terasa sedemikian sunyi, kusedari telah banyak yang telah kulewati.
Protected by Copyscape Web Plagiarism Check